Subscribe:

Senin, 10 September 2012

Never Die


“Nga-ret.” Ucap seorang gadis kesal, ketika kedua orang temannya baru datang.
                “Maaf.” Ujar mereka berbarengan.
                “Ya udah ah ayo, telat nih.”

                Mereka bergegas pergi menuju sekolah ketika telah berkumpul semuanya. Mereka berteman dekat. Bersahabat tepatnya.
Aiga tazkira, seorang gadis dengan perawakan kecil dan postur tubuh yang lebih tinggi di banding kedua sahabatnya, dengan rambut yang lurus terurai di bawah bahu dan dan poni juga kawat gigi biru yang terpasang di giginya membuatnya terlihat manis. Aiga memiliki satu binatang yang dia takuti, yaitu cicak. Dia sangat geli melihat makhluk satu itu.
Aiga yang sulit untuk melupakan cinta pertamanya selalu menjadi bahan ledekan    ( kotak kotak lagu muituloh hahahahah ) bagi kedua sahabatnya. hanya tentang percintaan saja Aiga terbuka terhadap kedua sahabatnya, tapi selain itu dia tak pernah membicarakannya.
Maira karahaya, si pipi bakpau yang selalu jadi bulan bulanan kedua sahabatnya. pipinya yang chubby membuat kedua sahabatnya selalu ingin mencubitnya, di tambah saat mukanya memerah yang pasti pipinya pun ikut memerah. Juga karena Maira takut pada kucing.
Dia selalu kesulitan dalam hal percintaan. Kenapa? Karena hatinya selalu melompat lompat, tak pernah tetap pada satu hati. Gadis dengan perawakan sedikit berisi ini, selalu menghayalkan kisah percintaan yang tak pernah ia dapatkan.
“Kapan ya gue dapet cowo yang bisa juga jadi temen buat gue.” Selalu itu yang dia bicarakan ketika menyinggung tentang percintaannya. Sama seperti Aiga, Maira juga menggunakan kawat gigi berwarna merah yang terpasang manis di gigi nya sudah cukup rapih.
Dan yang terakhir, Keyra mahila. Dia lah yang paling jail di bandingkan kedua sahabatnya. dan yang paling sering di jahilinya adalah Maira, karena pipinya yang chubby juga karena Maira yang takut pada kucing. Padahal dia sendiripun takut pada kecoa dan tikus, dia selalu bilang.
“Gue ga takut apa apa.” Tapi saat ada kecoa dan tikus di hadapannya, dia pasti menjerit melompat kemana yang dia mau. Keyra terlihat seperti anak kecil tapi sebenarnya dia lah yang paling dewasa di bandingkan dengan yang lainnya. Saat kedua sahabatnya menangis, dia lah yang menenangkan Maira dan Aiga.
Gadis berperawakan mungil dengan rambut panjangnya, dan kacamata yang melekat manis di telinganya.
Mereka bertiga hampir tak pernah bertengkar, walaupun ada sedikit pertengkaran tapi salah satu dari mereka yang merasa bersalah pasti langsung meminta maaf kepada yang lainya. Persahabatan mereka indah. Persahabatan tanpa syarat. Mereka bukan murid murid yang popular di sekolah tapi tak sedikit adik kelas dan guru guru yang mengenal mereka. Walaupun mereka selalu bertiga bahkan hampir banyak yang mengatakan bahwa mereka nge-gank. Tapi mereka selalu berbaur dengan teman teman yang lainnya.

***

“Gimana kabarnya cowo loe Ra?” Tanya Keyra pada Maira.
“Tau ah, udah seminngu gak kontekan gue.” Jawabnya santai.
“Ha? Seminggu? Ko bisa sih lo?”
“Ya bisa lah, gue.” Ujarnya sombong.
“Kaya ga tau temen kita yang satu ini aja lo Key.” Timpal Aiga sambil merangkul Maira.
“Dasar emang.”

Mereka berjalan santai dari gerbang sekolah menuju kelas. Mereka bertiga memang satu kelas dari kelas satu. Mereka duduk di kelas XI – I. Sesampainya di kelas mereka langsung menuju bangku masing masing yang dengan sengaja mereka duduk di satu barisan yang sama walau berbeda bangku.

“Kantin yuk.” Ajak Keyra.
“Makan mulu lo mah Key, masih pagi juga.” Ledek Aiga.
“Kaya yang engga aja loe.”
“Iga mah gak doyan makan, liat aja badannya tipis gitu.” Timpal Maira.
“Yey, lo kira gue apa gak doyan makan.” Mereka tertawa renyah.

Mereka berjalan menuju ke kantin. Selama menuju ke kantin meeka terus bercanda sambil tertawa. Itu lah mereka bertiga, tak mengenal tempat dimana pun mereka bisa tertawa dengan suara yang lumayan keras. Sampai di kantin mereka membeli makanan yang ingin mereka beli dan duduk di meja yang di sediakan, Aiga hanya membeli teh botol begitu juga dengan Maira tapi Keyra membeli dua buah donat dan satu ciki.

“Mau abis tuh Key?” Tanya Maira.
“Abis lah.” Jawab nya cuek.
“Laper atau maruk lo Key?” giliran Aiga yang bertanya.
“Doyan, berisik amat kalian.” Jawab Keyra ketus.
“hahahahaha.” Aiga dan Maira tertawa puas.

TORERENGGGG

“Bel tuh, ayo ah!” Ajak Aiga.

***

Pelajar pertama adalah pelajaran kesenian.

“Eh Ra, masuk tuh.” Ujar Aiga.
“He’em Ga.” Keduanya cekikikan.

Selama pelajaran berlangsung semua murid terpaku memandang ke depan kelas. Ada dua kemugkinan yang membuat mereka memperhatikan seserius itu. Yang pertama karena memang memperhatikan penjelasan dari pak Taufan atau memperhatikan kegantengan dari bapak guru satu itu. Tapi Aiga dan Maira mereka berdua malah tertawa kecil berasamaan, entah apa yang mereka tertawakan. Tapi memang setiap pelajaran ini mereka selalu tertawa sendiri.

“Cape gua nahan ketawa gini.” Bisik Aiga pada Maira.
“Asli sakit perut gue.” Jawabnya tak kalah berbisik.
“Heh, gue liatin dari tadi lo berdua ketawa ketawa mulu, bagi bagi sih!” pinta Keyra.
“Cuma kita berdua yang tau.” Ujar Meira sambil mengerlingkan matanya pada Aiga. Karena sebenarnya mereka pun tak tau kenapa seperti itu.
“Rese.”
“Ehemmm, Aiga, Maira, Keyra. Ngapain kalian bisik bisik.” Ucap pak Taufan yang langsung membuat ketiganya salah tingkah.

***

“Buahahahahahah.” Tawa Aiga dan Maira menjadi ketika selesai pelajaran yang membuat mereka menahan tawa. Tapi Keyra hanya mengernyit tak mengerti.
“Ishhhh kalian tuh pada kenapa sih?”
“Apanya yang kanapa?” Tanya Aiga yang masih tertawa.
“Ya kalian kenapa ketawa sampe gitu banget.”
“Ga tau.” Jawab keduanya berbarengan.
“Eh dodol.”

Mereka terkadang seperti anak kecil. Saling menggelitiki, saling mengacak ngacak rambut satu sama lain. Sampai teman temannya di kelas geleng geleng kepala melihat kelakuan mereka yang seperti anak kecil. Tapi mereka tak pernah memperdulikan hal itu, karena itu lah mereka.

“Berisik woy!!” Teriak Rudy sang ketua kelas.
“Biasa kali pak ketua kelas.” Ledek Keyra. Rudi membuang muka. Keyra memang suka menggoda Rudi yang ketahuan menyukai sahabatnya Aiga.

Pelajaran kedua dilanjutkan oleh pelajaran sejarah, tapi guru yang bertugas untuk mengajar tidak masuk karena ada keperluan. Keadaan kelas sangat gaduh, ketua kelasnya pun ikut ikutan berisik.

“Sumpek gue di kelas.” Kata Maira.
“Iya.” Timpal Keyra.
“Keluar aja yuk!” Ajak Aiga
“Yo ah.” Setuju Keyra.

Akhirnya mereka keluar dari kelas. Mereka memang tak suka keributan, tapi mereka selalu membuat ribut. Mereka sering seperti ini, keluar kelas saat pelajaran kosong. Tiga sekawan ini lebih memilih mengukur sekolahnya dengan berjalan jalan di bandingkan harus di kelas dengan keadaan yang berisik.

“Duduk sini ah sesek nih.” Ucap Keyra.
“Eh Key loe kalo mau pingsan bilang bilang kek biar kitanya gak kaget gitu.” Ujar Aiga.
“Halah, loe juga suka kaya gitu Ga.” Aiga cengengesan.
“hahaha. Cuma gue yang normal.” Ucap Maira yang akhirnya mendapat jitakan dari kedua sahabatnya. “Sakit dodol.” Ucapnya lagi sambil mengusap kepalanya.
“Eh Ga, lo ga pernah cerita kenapa lo sering pingsan kaya gitu ke kita.” Ujar Keyra.
“Iya Ga, kenapa sih?”  Tanya Maira. Aiga terdiam sesaat.
“Halah, kelewatan pusing gue kaya gitu.” Ujarnya santai.
“Terus mimisan lo?”
“Yaelah Key, wajar kan mimisan doang.”
“Lah lo mah keseringn Aiga.” Ucap Maira.
“ahhh, gua gak kenapa napa kok, kalian hawatir ya sama gue? Ihhhh so sweet banget sih.” Ujar Aiga menggoda yang membuat Maira dan Keyra kegelian.
“Idihhh geli gue.” Ujar Keyra.
“hahahahaha.” Aiga tertawa.

Aiga, Maira dan Keyra memang dekat mereka juga mengakui mereka itu sahabat. Tapi hanya dalam hati mereka. Mereka tak pernah berkata secara langsung satu sama lain kalau mereka adalah sahabat. Semuanya saling perhatian tapi perhatian itu tak pernah secara gamblang mereka tunjukkan, karena ketiganya sama sama egois dan malu untuk melakukannya. Ketiganya bukan tipe orang yang manis.

“Lo sendiri gimana sama penyakit lo Key?” Tanya Aiga mengalihkan pembicaraan.
“Gak usah di Tanya gue mah.”
“Huhh. Kalian berdua yang sehat kaya gue kek.”
“Ya siapa juga yang mau kaya gini.” Ujar Keyra.
“Pasti obatnya pait ya?”
“Maira sayang, yang namanya obat ya pait jelek.” Jawab Keyra. Maira manyun, dan Aiga hanya tersenyum melihat tingkah kedua sahabatnya.

***

“Ini trio kwek kwek bertiga mulu.” Ujar teman sekelas mereka saat mereka sedang berjalan keluar kelas saat istirahat. Mereka hanya tersenyum menanggapinya.
“Eh trio kwek kwek kan satu nya cowo.” Ucap Aiga saat sedang berjalan.
“Iya yah, berarti cowonya Keyra.” Timpal Maira.
“Enak aja lo Ra.” Mereka tertawa.

Mereka berjalan ke arah kantin. Saat sedang bercanda dan tertawa sesuka mereka,dengan berjalan yang kurang memperhatikan jalanan akhirnya.
Buggghhhh…. Keyra menabrak seseorang.
“Pantat gue sakit gini.” Rutuknya.
“Eh sorry.”
“Ahhh…emmm… i-iya ga apa apa.”
“Ok deh, sekali lagi sorry.” Ujar laki laki itu lalu pergi.
Keyra menjawab dengan terbata bata karena yang di tabraknya ternyata kakak kelas yang dia sukai.
“Gila,gue liat wajahnya tadi.”
“Cieeeee, sampe merah gitu muka loe Key.” Ledek Aiga.
“Keyra yang biasa liatin sepatu sama jaketnya doang sekarang berani nih liat wajahnya.”
“Dag dig dug gini gue.” Ucap Keyra.
“Hahaha, udah yok ah.” Ajak Aiga.
***

“Duh, masih dag dig dug nih jantung gue, sampe sesek gini.” Ujar Keyra.
“Udah gak ada juga orangnya.” Ucap Maira. Sedangkan Aiga sedang asik menyantap makanannya.
“Udah, makan tuh.” Suruh Maira. Keyra menurut dan menyendokkan sambel untuk mie nya.
“Heh mau apa loe nyendok nyendok sambel?” Tanya Aiga sambil menjewer Keyra.
“Aduh sakit Iga.” Ucapnya lalu melepaskan tangan Aiga dari telinganya.
“Simpen gak tuh sambel.”
“Iya iya bawel lo.”
“Rasain lo dimarahin emak.” Maira cekikikan.

Keyra memang tak boleh memakan makanan yang pedas. Karena itu pantangan dari dokter, dan yang selalu melarangnya keras siapa lagi kalau bukan sahabatnya. Malah sering kali harus keduanya yang beraksi untuk mencegah Keyra. Semuanya selesai dengan makanan mereka masing masing.

“Gue ke toilet bentar ya.” Ujar Aiga yang langsung pergi.
“Yey, kebiasaan tuh anak.” Ucap Maira.
“Iya tuh anak, tiap udah makan di kantin pas istirahat pula, pasti gitu.” Ucap Keyra yang di lanjut dengan anggukan di kepala Maira.

***

Aiga mengeluarkan sesuatu dari saku seragamnya. Dia mengeluarkan sejumlah butir obat lalu meminumnya. Di toilet.
“Ribet gue.” Ucapnya sendiri. Lalu bergegas kembali pada kedua sahabatnya.

Terlihat kedua sahabatnya sedang asik berbincang bincang sambil sesekali tertawa. Sampai Aiga ada di dekat mereka.

“Udah non?” Tanya Keyra. Aiga tersenyum menjawabnya.
“Sering banget sih loe kaya gitu, ngapain emang?” Tanya Maira penasaran.
“Emmmm, gu..gue cuci tangan ya cuci tangan.” Jawabnya berbohong.
“Higienis amat lo Ga.” Ucap Maira. Aiga cengengesan.
“Pulang sekolah kita ke rumah lo ya.” Pinta Keyra yang di ikuti anggukan antusias dari Maira.
“Ayo.” Jawab Aiga.

***

 “Orang rumah pada kemana Ga?” Tanya Maira.
“Bokap sama nyokap kerja, ede gue main palingan.” Jelas Aiga.
“Sendiri dong lo kalo kita ga kesini.” Ucap Keyra.
“Iya lah.”
“Iga, gue ambil minum sendiri ya di kulkas lo.” Pinta Keyra.
“Ambil aja.”

Keyra berjalan ke arah kulkas yang berada di dapur. Sedangkan Aiga dan Maira ke kamar Aiga terlebih dahulu.

“Gue ke dapur dulu ya, lama tuh anak ngambil minum aja.”
“Sip.” Jawab Maira.

Aiga bergegas pergi ke dapur dan meninggalkan Maira sendiri di kamarnya. Di kamar Aiga karena bosan akhirnya Maira menyalakan computer di kamar Aiga. Dia membuka dokumen dokumen di computer Aiga.

“Apaan nih, Minggu?” Ucapnya sendiri.

Karena penasaran akhirnya Maira membuka dokumen tersebut. Yang ternyata itu diary Aiga, Maira sempat membaca sedikit dari diary itu tapi cepat cepat dia menutupnya lagi karena dia tau itu prifasi.

“Eh, diary ternyata. Sorry Ga.” Ucapnya meminta maaf. “hp gue low batt lagi, Iga minjem carger.” Teriak Maira.

Maira mencari dimana cargeran milik Aiga. Tapi dia belum juga menemukannya. Dia membuka satu persatu laci meja belajar Aiga.
“Eh bungkusan apa nih?” ucapnya penasaran, akhirnya dia mengambilnya. “Obat? Punya siapa nih? Punya Iga, emang dia kenapa sampe banyak gini obatnya.” Ucap Meira lagi.
Tak lama kemudian akhirnya Aiga datang dengan Keyra membawa cemilan dan minuman.

“Iga, ini obat lo?” Tanya Maira.
“Eh… eng..engga bukan punya gue.” Sangkal Aiga.
“Lo sakit Ga?” Tanya Keyra.
“Engga.” Jawab Aiga tegas.
“Terus ini puya siapa? Banyak gini obatnya.” Ujar Maira lagi.
“Bukan punya gue pokonya.” Jawab Aiga yang terlihat cemas.
“Lo sakit? Kenapa ga pernah cerita sama kita Iga.” Timpal Keyra.
“Ishhhh.. itu..itu punya nyokap gue, bukan puny ague.” Ucap Aiga. Maaf gue bohong. Batinnya.
“Kita bakalan kecewa kalo lo bohong sama kita Ga.” Ujar Maira. Aiga tertunduk, dia tak ingin teman temannya tau tentang penyakit yang dia derita.
“Iya, gue ga bohong ko.”
“Ya udal lah. Iga gue copy playlist k-pop lo yah.” Ucap Keyra yang langsung menuju computer Aiga.

***

 “Kita pulang dulu yah udah sore nih Ga.”
“Ya udah gih, hati hati ya.”

Keyra dan Maira pulang dari rumah Aiga karena sudah terlalu sore. Dan sekarang Aiga sendiri lagi di rumahnya. Orangtuannya memang jarang ada di rumah karena bekerja, dan anggota keluarga yang lainnya selalu sibuk dengan kesibukannya masing masing.

“Sendiri lagi deh gue.”

***

Sementara Keyra dan Maira yang sudah ada di dalam anggot terus berbincang bincang serius.

“Lo curiga gak sih sama obatnya Iga tadi?!” Tanya Maira.
“Dikit sih, tapi Iga udah bilang itu bukan punya dia kan.”
“Iya sih, tapi kok gue gak yakin yah.”
“Ah udah lah, lo sama temen sendiri juga.”
“Ya kalo di hubungin sama semuanya ya mungkin aja kan Iga sakit. Dia sering pingsan sama mimisan gitu, emang ada orang yang normal sesering itu ngalamin hal kaya gituan?!” jelas Meira panjang lebar.
“Iya sih. Tapi bisa aja karna dia emang daya tahan tubuhnya lemah.” Bela Keyra.
“Ah lo mah Key.”
“Kalah lo, udah lah Iga juga ga mungkin kan bohong sama kita berdua.”
“Iya aja lah.”
“Hahaha.” Tawa Keyra yang merasa menang.
“Udah ah, gue duluan. Kiri bang.” Ucap Maira lalu turun dari angkot.

***

Maira berjalan menuju rumahnya setelah turun dari angkot.
“Gak enak hati gini gue, kenapa ya? Moga gak kenapa napa lah.”
Maira membuka pagar rumahnya yang cukup besar dan tinggi. Rumahnya memang tak sesepi ruah Aiga, malah selalu ramai dan berisik karena banyak kakak kakak nya yang sudah menikah dan mempunyai anak, yang sering mampir ke rumahnya. Hampir setiap hari.

“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Darimana kamu jam segini baru pulang?” Tanya Tante Santi. Mamah Maira.
“Dari rumah temen mah.”
“Main sih main tapi inget waktu kamu.”
“Iya maaf sih mah.” Bela Maira.
“Kenapa lagi? anak baru pulang udah di marahin.” Ucap om Yudi. Ayah dari Maira.
“Apa kamu, mau belain anak kamu lagi?” ucap tante Santi marah.
“Aku bukannya belain, tapi kasian kan baru pulang udah dimarahin.”
“Halah, bela aja terus anak kesayangan kamu ini.”
“Kamu ini, kenapa selalu marah marah setiap Ira pulang telat. Toh yang penting dia pulang kan.” Bela om Yudi.
“Anak tuh di didik jangan di manja terus.”
“Stop, mama sama ayah kenapa jadi berantem gara gara aku sih.”
“Diem kamu!!!” suruh tante Santi.
“Kamu masuk kamar!!” perintah om Yudi.

Maira berlari menuju kamarnya. Lagi lagi kedua orangtuanya bertengkat hanya gara gara dia. Maira menangis, dia tak mau melihat orangtuanya bertengkar seperti itu. Ini bukan yang pertama, kedua atau ketiga kalinya. Tapi ini sering terjadi di hadapannya.

“Kenapa sih, selalu gue yang bikin mekera berantem.” Rutuk Maira pada dirinya sendiri. Sambil menangis sesenggukkan.
[CKLEKKK]
Ada yang membuka pintu kamar Mira, yang ternyata itu kakaknya yang masih tinggal dengan orangtuanya karena memang belum menikah.
“Ra?” panggil kak Ganis.
Maira tak menjawab, dia mesih menangis sambil memeluk bantalnya. Ganis terus mendekatinya, dia duduk di sebelah Maira.
“Makanya lo kalo maen tuh inget waktu.” Ujarnya dengan nada lembut.
“Mau apa lo kesini? Mau salahin gue juga ha?”
“Gue bukannya mau nyalahin lo.”
“Terus apa?” ujar Maira dengannada sedikit tinggi.
“Udah jangan nangis mulu lo.” Ucap ganis lalu memeluk adiknya itu.
“Gue cape kak, liat mereka berantem mulu.”
“Gue tau, makanya kita sebagai anaknya harus lebih ngerti.”
“Tapi kenapa mereka gak ngerti sama kita.”
“Mungkin mereka punya masalah, dan mungkin itu cara mereka nyelesein masalahnya.”
“Ga ada cara lain apa?”
“Ga tau lah. Udah lo jangan nangis mulu, ganti baju gih terus makan!!”
“Iya.”
“Ya udah gue keluar yah.” Ujar Ganis sambil melepaskan pelukannya dan pergi dari kamar Maira.
“Thanks kak.” Ujar Maira yang di jawab dengan senyuman dari Ganis.

***

Selesan mengganti pakain dan makan, Maira kembali mengurung di kamarnya. Karena masih kesal pada kedua orangtuanya.
“Sms anak anak aja deh.”

To : Aiga, Keyra
Males gue di rumah.
From : Aiga
Napa?
Keyra kok ga bales tuh anak. Batin Maira.
To : Aiga
Soalnya ga ada kamu. Hahaha
From : Aiga
Jayus lo.

Dengan begitu Maira merasa sedikit terhibur. Walau Keyra tak menjawab pesannya.

***

Pagi kembali datang. Semuanya sibuk dengan persiapannya untuk menjalankan akticitas hari ini. Seperti biasanya, Aiga, Maira dan Keyra saling menunggu di fotovopy-an yang tak jauh dari sekolahnya, untuk ke sekolah bersama. Maira sampai lebih dulu, di bandingkan kedua teman lainnya.
“Tumben gua yang pertama datang, biasajuga Keyra.”
Tak lama setelah Maira akhirnya Aiga datang menyusulnya.
“Keyra mana?” Tanya Aiga.
“Gak tau guem tumben tuhanak paling telat.”
“Iya, biasa juga kita yang ngaret.”
Drrrrttt. Drrrrttt. Drrrrttt. Mereka berdua mengambil hp yang bergetar bersamaan.
From : Keyra
Gue ga sekolah, di rumah sarik gue biasa lah.
Keduanya mendapatkan pesan yang sama dari Keyra. Ternyata Keyra di rumah sakit. Memang sering Keyra seperti ini, tak hanya kali ini saja memang. 

“Di RS dia.” Ujar Maira.
“Iya, ya udah btar aja balik sekolah kita ke sana.”
“Sip deh.”
Aiga merogoh lagi saku seragamnya untuk mengambil hap nya.
To : Keyra
Ok deh. Di RS mana lo?
From : Keyra
Medical.

***

“trio macan kemana satu lagi?” Tanya teman sekelas mereka.
“Buset dah. Udah trio kwek-kwek sekarang trio macan.” Ujar Maira.
“Keyra sakit.”

Saat istirahat mereka hanya berjalan berdua. Tak ada satu orang memang membuat mereka merasa tak lengkap, karena mereka saling melengkapi satu sama lainnya.

“Berasa ada yang kurang yah.”
“Iya, gak ada satu gak seru.” Jawab Aiga.
“Biasa tuh anak yang paling berisik.”
“Gak ada dia sepi yah.”
“He’em.”

Semua melengkapi satu sama lainnya. Taka ada yang terlihat lebih unggul atau apapun. Karena mereka sahabat.

***

“Di mana Key di rawat?” Tanya Maira.
“Tadi gue sms di medical katanya.”
“Ya udah yok.”

Sepulang sekolah mereka bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk sahabatnya Keyra. Dengan beberapa buah buahan untuk Keyra mereka segera meluncur ke rumah sakit yang di tuju.
Sampai di rumah sakit, Aiga menanyakan pasien bernama Keyra mahila, ada di kamar mana pada receptionis . Dan akhirnya mereka medapati dimana kamar Keyra. Maira mengetukpintu sebelum masuk ke dalam ruang perawatan.
TOK TOK TOK
“Assalamualaikum… Keyra.”
“Waalaikumsalam. Ayo masuk!!” Jawab Nova. Mamah Keyra. Maira dan Aiga tersenyum ke arah Nova.
 “Keyra nya tidur ya tante?” Tanya Aiga.
“Iya, udah dari tadi kok tunggu aja.”
“Iya deh tante.” Jawab Maira.
“Titip bentar ya, tante mau makan siang dulu.”
“Ok tante.”

Tante Nova pergi ke luar untuk makan siang. Dan meninggalkan Aiga juga Maira bersama Keyra. Keduanya mrnatap sahabatnya yang sedang tertidur. Terlihat wajah pucat Keyra dengan selang infusan yang bersarang di tangan kirinya. Tak sadar Aiga meteskan air matanya melihat Keyra sahabatnya.

“Jangan nangis gitu dong Ga.” Ujar Maira.
“Keyra yang paling ceria di antara kita ternyata dia bisa gini.” Ucap Aiga sambil terus mengeluarkan air matanya.
“Udah dong Ga, Key pasti ga mau liat dia di tangisin kaya gini.” Ucap Maira lalu memeluk sahabatnya. Aiga menangis semakin sesenggukan. “Udah jangan gini ya, kita harus kuatbuat nguatin Keyra.” Ucap Maira lagi. Aiga mengangguk dan menghapus air matanya. Gue juga sama kaya lo Ga, tapi gue ga mau lemah. Batin Maira.
Hampir stengah jam Aiga dan Maira menunggu Keyra di kamar perawatannya. Sampai mereka pun ikut terlelap tidur di samping tempat tidur Keyra. Sampai Keyra terbangun. Dia sedikit menggeliat, lalu menyadari keberadaan kedua sahabatnya itu.

“Eh, pada ngapain nih anak dua.” Ucapnya sambil melirik kedua sahabatnya itu.
“Lo berdua care banget sih sama gue, beruntung gue punya kalian.” Ucapnya lagi sambil mengelus kepala sahabatnya, yang ternyata membangunkan mereka.
“Emmmm… Eh udah bangun lo Key.” Ucap Maira sambil mengucek matanya.
“Pada ngapain lo berdua?”
“Jadi satpam lo.” Jawab Aiga.
“Hahaha.. bagus bagus, tar gue bayarin deh.”
“Wani piro??” Tanya Maira.
“Gocap.. tapi seoles aja ye.”
“Jiahhhh dodol.” Ujar Maira.
“Nih buat lo.” Ucap Aiga memberikan bungkusan yang mereka bawa.
“Baik bener sih temen gue ini.” Ujar Keyra cengengesan.
“Makanya bai baik lo sama kita.” Timpal Maira.
“Eh Ra, mata lo sembab gitu. Semalem konser ya lo?!” Tanya Keyra.
“Mewek tuh dia.”

***

Setelah hampir dua jam mereka di sana. Akhirnya mereka bergegas pulang. Karena Maira yang takut di marahi oleh mamah nya lagi.

“Key balik dulu ya, cepet sembuh lo.” Ucap Maira.
“Gak ada lo, gak ada yang berisik.”
“Sip deh, lusa jug ague udah sekolah lagi. udah sana pada pulang!!” jawab Keyra.
 “ngusir lo.”
“Iye.”
“Ya udah deh. Tanti kita pulang dulu ya udah mau sore nih.” Ucap Aiga pada tante Nova.
“Oh iya, makasih ya udah jenguk Keyra. Hati hati ya.”
“Iya tante.” Jawab Aiga.
“Assalamualaikum.” Ucap Maira dan Aiga berbarengan.
“Waalaikumsalam.”

Setelah Aiga dan Maira pulang. Tinggal lah Keyra dengan mamah nya lagi.

“Papah ga kesini mah?” Tanya Keyra.
“Nanti malem katanya.”
“Oh, iya deh.”
“Key..”
“Ya mah, kenapa?”
“Tadi mamah ngobrol sama dokter.”
“Terus apa katanya?”
“Kamu harus di operasi sayang.”
“Op..operasi mah? Lagi?”
“Iya nak.”

Jika Keyra di operasi lagi. ini adalah operasi ginjal yang kedua kali untuknya.
***

 Aiga tiba di rumahnya. Dia berjalan sedikit sempoyonngan, sembari memegangi kepanya yang terasa sangat sakit.

“Bunda..” ucapnya sedikit berteriak di depan pintu. Tapi tak ada jawaban.
“Bunda.” Ucapnya lagi. dia merasa tubuhnya semakin melemah. Darah segar mengalir dari hidungnya.
BRUKKKKKKK
Dia ambruk di depan pintu masuk ke rumahnya. Tak kuat menahan lagi akhirnya dia biarkan tubuhnya ambruk. Jangan sekarang tuhan. Batinnya.

***

“Assalamualaikum.”

Sampai di rumah Maira tak mendapat teguran seperti kemarin dari ibu nya. Kerena memang ini masih pukul 15.35. dan belum terlalu sore untuk pulang terlambat. Memang tak adakata kata yang keluar dari mulut ibu nya, tapi dia meluhat ibunya yang memberikan muka masamnya pada Maira.

“Gak di jawab nih salamnya mah.” Ucap Maira.
“Waalaikumsalam.”
“Yang ikhlas kek.” Ujarnya lalu pergi ke kamarnya.
Setelah berganti pakaian Maira pergi ke meja makan untuk makan. Tapi ternyata tak terdapat apapun di meja makannya.

“Kok gak ada makanan sih?” tanyanya.
“Mamah mu ga masak.” Jwab ayah nya yang kebetulan lewat.
 “Males masak.”
“Kok mamah gitu sih, gak kasian apa sama anaknya.” Ujar Maira. Tanpa menjawab mama nya pergi.
“Mah kenapa sih kamu ini.” Ujar papa nya dan yang juga menyusul pergi.
“Berantem aja lagi sana!!!” ucap Maira kesal. Lalu pergi ke warung untuk membeli mie instan.
Jarak warung dari rumahnya emang agak jauh, jadi butuh beberapa menit untuk sampai di warung yang dia tuju. Setelah membeli mie Maira kembali ke rumah. Sampai di rumah dia mendapati pemandangan yang tak seharusnya dia liat. Ayahnya pergi membawa tas besar yang di rasanya itu baju-baju ayahnya.

“A-Ayah mau kemana yah??” Tanya Maira panik.
“Ayah mau pergi, mamah kamu lebih suka ayah gak ada di rumah daripada ayah ada di rumah.”
“Ayah jangan kaya anak kecil gini dong yah.”
“Udah Ra, ayah ngalah sama mamah kamu. Daripada ayah di rumah berantem terus sama mama kamu mending ayah pergi.”
“Tapi ayah mau kemana?”
“Ketempat yang beda sama mamah kamu.”
“Ayah..” teriak Maira saat ayah nya pergi dengan tas besar itu.
Maira menangis. Lagi. lapar yang tadinya dia rasakan sekrarang hilang begitu saja. Maira pergi ke kamar mamah nya.
“Mah, mamah kenapa biarin ayah pergi?” Tanya Maira, sambil menangis di depan pintu kamar mamah nya yang di kunci dari dalam.
“MAH.. MAMAH, KELIAN KAYA ANAK KECIL. KALIAN GAK PEDULI SAMA ANAK ANAK KALIAN.” Maira marah pada sikap kedua orangtuanya yang sama sama egois.

Menangis, hanya itu yang bisa Maira lakukan. Sampai kapanpun dia tak pernah bisa merubah pemikiram mamah nya, yang dia tau sama keras kepala dengan ayah nya. Maira pergi ke kamar kakak nya Ganis, di lihatnya Ganis yang juga sedang menangis.

“Kak?” ucap Meira. Ganis hanya menoleh.
Maira mendekati kakak nya. Sekarang tak ada yang bisa menenangkannya lagi. mereka berpelukan saling menenangkan satu sama lainnya.

***

Sementara di rumah Aiga.
“Ya allah, Iga. Bangun sayang.” Ucap Rengganis bunda nya, ketika mendapati anaknya tergeletak di lantai saat dia baru pulang bekerja.
“Ayahhh… yahhh.. cepet!!!” teriak bunda nya.
“Apa sih bun?”
“Iga, Iga pingsan lagi. ayo bawa ke kamar!!”
“Ya allah, Aiga.” Ucap Handi yang ikut kaget melihat anaknya.

Handi membawa Aiga ke kamar nya. Sampai di kamar Aiga, Rengganis langsung membersihkan darah yang sudah sedikit mongering dari hidung Aiga. Mereka benar benar panik. Mereka tahu keadaan anaknya yang memang semakin melemah, malah Handi meminta Aiha untuk home schooling. Tapi Aiga tak mau, dia ingin seperti remaja yang lainnya. Handi menelfon dokter yang biasa menangani Aiga.
Setengah jam setelah Handi menelfon dokter Adi, akhirnya datang juga. Segera dokter Adi memeriksa keadaan Maira.

“Bagaimana dok?” Tanya Handi.
“Tidak apa apa, Aiga hanya kecapean. Dan butuh istirahat untuk beberapa hari.”
“Bagaimana dengan kondisinya?”
“Kondisi Aiga memang terus menurun, dia harus segera menjalankan kemo teraphi nya.”
“Baiklah dok, akan kami bicarakan.”
“Baiklah kalau begitu saya permisi, sebentar lagi juga Aiga siuman. Dan obat, Aiga tidak boleh telat meminum obatnya.”
“Iya dok, terimakasih.”

Aiga yang menderita kanker otak. Memang keadaannya semakin melemah dan mengharuskannya ntuk menjalankan kemo teraphinya. Tapi Aiga tak pernah mau menjalankan itu, karena dengan itu dia tau bahwa dia akan semakin lemah dan tak bisa untuk bertemu dengan sahabatnya lagi.
***
Keesokan harinya, baik Maira, Aiga sudah jelas dengan Keyra. Mereka bertiga tak ada yang masuk sekolah satu pun. Semua teman teman sekelasnya bingung dengan secara bersamaan mereka bertiga tak masuk sekolah. Diketahu bahwa Keyra dan Aiga sakit sedangkan Maira izin.

“Itu trio emang kompak deh, satu gak sekolah semuanya juga ngikut gak sekolah.” Ujar Rudy si ketua kelas.

***

“Bun, Iga besok sekolah yah?” pinta Aiga pada bunda nya.
“Kamu masih harus istirahat Aiga.”
“Tapi kan udah tiga hari juga Aiga gak sekolah, dua minggu lagi mid smester bun.”
“Ya udah besok kamu boleh sekolah asal jangan kecapean ya.”
“Siap bunda.” Ujar Aiga sumringah.

Memang sudah tiga hari Aiga tidakh masi sekolah. Begitu juga dengan kedua sahabatnya yang lain. Keyra yang memang belum di perbolehkan pulang oleh dokter dan Maira yang ternyata juga sakit memikirkan ayahnya yang tak memberi kabar.
Aiga yang senang karena di bolehkan sekolah oleh bundanya. Sedangkan Maira yang setiap hari semenjak ayahnya pergi dari rumah, dia terus menangis.

“Ayah di mana sih.” Tanyanya pada selembar foto yang sednag dia pandangi.
“Ayah kenapa harus gini, kita semua cemas. Ayah kasih tau sekarang ayah ada di mana.” Ucapnya lagi.
“Ra.” Ucap kakak nya tiba tiba dari balik pintu.
“Ayah ketemu, ayah ada di rumah kak Rina.” Ujar Ganis menambahkan.
“Anterin aku ke sana kak!”

Dan keadaan Keyra yang memang semakin membaik. Tetapi mengingat dia harus menjalankan operasi untuk yang kedua kalinya. Dia takut juga kasihan terhadap orangtua nya, terutama pada papah nya.

“Key beneran harus operasi lagi pah?” Tanya Keyra pada papah nya.
“Iya Key.”
“Tapi uang nya?”
“Kamu ga usah mikirin soal itu, biar papah yang mikirin soal itu, sekarang kamu fikirin aja kesehatan kamu supaya tetep stabil ya!!” ucap papah nya menenangkan.

Di antara mereka bertiga memang tak ada yang memiliki masalah yang lebih ringan. Maira dengan masalah keluarganya, Aiga dengan penyakitnya yang semakin menggerogoti tubuhnya, juga Keyra yang harus menjalankan operasi lagi di tengah perekonomian keluarganya yang menurun.
Semua permasalahan ada jalan keluarnya. Tuhan itu adil, dia memberikan cobaan pada umatnya karena menjanjikan sesuatu yang indah di kemudian hari. Hidup memang keras, tapi kita harus tetap berusaha melawannya.

***
Hari ketiga Maira , Keyra , dan Aiga tidak masuk sekolah. Dan hari ini mereka berangkat kesekolah seperti biasanya. Maira kini tenang karena ayah nya berada tak jauh dari nya, dan Keyra yang sudah di perbolehkan pulang pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke sekolah, tapi si keras kepala Aiga walaupun kedua orangtuanya sudah melarang keras untuk sekolah. Karena keras kepalanya Aiga akhirnya saat kedua orangtuanya pergi bekerja, dia pun ikut pergi. Ke sekolah.
Seperti biasanya mereka saling menunggu satu sama lainnya di tempat biasa mereka menunggu. Selang beberapa menit mereka bertiga sudah berkumpul, dan yang paling terakhir datang adalah Aiga. Mereka berjalan menuju sekolah berssamaan.

“Gimana udah sehat lo Key?” Tanya Maira.
“Ya gini aja lah, di bilang sehat kan lo juga tau.” Jawab Keyra.
“Iga, lo pasti kesepian y ague ga sekolah Keyra juga ga sekolah.” Ujar Maira.
“Loh, lo gak sekolah? Gue juga ga sekolah Ra.”
“Kenapa lo?” Tanya Maira.
“Sakit gue, meriang.” Jawab Aiga berbohong. Lagi.
“Panterpucet gitu muka lo.” Ucap Keyra.
“Masa sih? Lah lo kenapa ga sekolah Ra?” Tanya Aiga pada Maira.
“Kan kita sehati.” Jawab Maira, yang berhasil membuat Aiga dan Keyra tertawa.

Ini lah persahabatan mereka. Bila mereka masih merasa sanggup menyimpan beban dan masalah yang mereka miliki sendiri. Mereka tak pernah membicarakan pada yang lainnya. Memang tak seperti kebanyakan orang bersahabat, yang hal sekecilapapun di ceritakan. Walaupun begitu mereka tetap saling menyayangi.

***

“Trio kwek-kwek pada sekolah lagi semua nih, kompakan amat.” Ucap Zafira.teman sekelas mereka.
“Iya dong, harus kompak.” Timpal Keyra.

TORERENGGGG

Bel berbunyi. Guru yang jadwal mengajar pelajaran pertama dan kedua, masuk ke kelas dan memberikan materi pelajaran kepada semua murid. Semuanya memperhatikan dengan serius, terkecuali Aiga yang sekuat mungkin menahan rasa sakitnya. Sampai di pelajaran ketiga tak ada guru yang masuk, karena sakit. Walaupun tidak masuk ke kelas tapi ada tugas yang harus di kerjakan.
Aiga, Keyra dan Maira. Mereka duduk berkelompok, hanya bertiga saja. Saat sedang mengerjakan tugas yang di berikan, sakit yang menyerang Aiga semakin sakit di rasakannya. Mukanya semakin pucat, kerungat dingin pun keluar dari tubuhnya. Maira dan Keyra yang sedang serius mengerjakan pun sedikit terganggu dengan gerak gerik Aiga.

“Kenap Ga?” Tanya Keyra.
“Ha, emmm ga apa-apa kok.” Jawab nya.
“Iga, lo mimisan lagi. lo sakit?” kini Maira yang bertanya. Yang langsung membuat Aiga menyentuh hidung nya.
“Duhhhh, kebiasaan deh ah.” Ucap Aiga lalu berlari kea rah toilet. Melihat sahabatnya seperti itu, Keyra dan Maira mengikuti Aiga. Takut takut terjadi sesuatu.

Di toilet Aiga berusaha membersihkan darah yang terus menerus keluar dan mencoba menghentikannya dengan sumbatan tisyu di hidung nya.

“Lo ga kenapa napa Ga?” Tanya Keyra. Aiga hanya mengeleng, dia terduduk diluar toilet.
“Beneran gak kenapa napa lo? Pulang aja lah, muka lopucet banget gitu.” Ujar Maira.
“Gak usah, bentaran juga baik gue.” Ucap Aiga, yang sebenarnya tak kuar menahan rasa sakit nya.
“Ya udah balik ke kelas yuk.” Ajak Maira.
Maira dan Keyra berjalan di depan Aiga. Dan…
BRUKKKKKKK
Aiga pingsan.
“yah ni anak pingsan kan, Ga Iga.”

***

Aiga segera di bawa ke UKS sekolah. Dan tak lama akhirnya Aiga sadarkan diri. Dia membuka mata, mengerjap perlahan tapi belum bersuara.

“Iga, lo gak kenapa napa?” Tanya Keyra. Aiga hanya memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.
“Iga pulang aja ya.” Tawar Maira. Aiga mengangguk menyetujui.
“Mau anter pake apakita? Gak mungkin naek angkot kan.” Ujar Keyra.
“Iya yah.. emmm yah Rudy, dia pasti mau nganter Iga.”
“Ide bagus, ya udah gue panggil Rudy dulu deh.” Ucap Keyra lalu pergi ke kelas.

Tak lama akhirnya Rudy datang bersama Keyra.

“Ayo Ga!” ajak Rudy. Keyra dan Maira membantu Aiga berjalan sampaike motor Rudy.
“Hati-hati lo bawa motornya.” Maira memperingati.
“Sip deh, ya udah gue berangkat. Udah izin ke piket kan?”
“Udah ko.” Jawab Keyra.
“Ya udah gih pergi.”
Akhirnya Rudy pergi membawa Aiga pulang.
“Lo tuh sakit apa sih Ga.” Gumam Keyra.

***

“Yuk gue bantu jalan.” Ucap Rudy, ketika sampai di rumah Aiga.
“Thanks yah.” Ucap Aiga. Rudy tersenyum menjawabnya.
“Di rumah lo ada siapa?”
“Gak ada siapa siapa?” jawab Aiga.
“Duh gimana dong,gue mesti balik lagi ke sekolah.”
“Ya udah balik aja, gue gak apa-apa kok.”
“Beneran lo gak apa-apa?”
“Iya.”
“Ya udah, gue bantu lo ke kamar deh. Lo istirahat aja.”

Setelah membantu Aiga ke kamarnya, Rudy pun dengan berat hati meninggalkan Aiga sendiri di rumahnya. Karena adik dan kedua orangtuanya belum pulang, jadilah Aiga di rumah sendiri.

***

“Ke rumah Aiga yuk! Kasian dia sendiri di rumahnya.” Tawar Keyra pada Maira, saat setelah pulang sekolah.
“Duh kayanya gue gak bisa, gue mau jenguk bokap gue.”
“Emang bokap lo kenapa?”
“Sakit dia.”
“Di rumah sakit?”
“Engga.”
“Terus lo jenguk ke mana?”
“Gue jenguk ke rumah kak Rina, bokap gue minggat dari rumah.”
“Kok bisa?”
“Berantem sama nyokap.”
“Emmmm, ya udah deh gue aja yang ke rumah Iga.”
“Sorry yah.”
“Iya gak apa-apa lah.”
“Cepet sembuh aja buat Iga ya.”
“Sip.”

Sambil berjalan untuk naik angkot, Keyra dan maira berunding untuk ke rumah Aiga. Tapi karena Maira tak bisa, jadilah Keyra sendiri yang ke rumah Aiga.

“Yang sabar ya Ra.” Gumam Keyra.

***

“Assalamualaikum.. Aiga gue masuk ya.” Ucap Keyra yang mendapati pintu rumah Aiga yang tak terkunci. Munkgkin karena adiknya sudah pulang sekolah. Keyra bergegas pergi ke kamar Aiga. Ternyata Aiga sedang tidur.
“Yah tidur dianya.” Keyra mendekat ke kasur Aiga. “Pucet gini.” Ujarnya lagi.
“Eh ada kak Keyra.” Ucap seseorang yang ternyata itu Prades. Adik Aiga. Keyra tersenyum ke arahnya.
“Iya, kakak kamu udah makan belum?” Tanya Keyra.
“Belum kak, ini aku beliin bubur dari depan.”
“Oh gitu, tapi kamu mau kemana udah rapih gitu?”
“Aku mau less kak, eh iya tadi kak Iga sekolah ya?” Tanya Prades.
“Iya, kenapa emang?”
“Dasar bandel, mamah kan gak ngijinin kak Iga buat sekolah. Kondisinya masih lemah gitu.” Jelas Prades.
“Kakak kamu emang sakit apa sih Des?”
“Emang kakak hak di kasih tau sama kak Iga?”
“Katanya meriang doang.”
“Masa? Bohong tuh, kak Iga tuh kena kanker otak dan sekarang udah hampir satadium akhir kak.”
“A-ap-apa? Ka-kanker otak?”
“Iya kak. Emmm Prades boleh minta tolong ga kak?”
“A-apa.”
“Kalo kak Iga bangun, tolong kasih bubur nya ya kak,Prades udah kesiangan.”
“Oh iya.”

Keyra benar-benar kaget mendengar penjelasan Prades tadi.

***

“Ayah gimana, udah mendingan?” Tanya Maira pada ayah nya. Ketika tak lama sampai di rumah kakak nya yang kini di tempati ayah nya.
“Iya, udah agak enakan kok.”
“Ayah udah makan?”
“Belum Ra.”
“Maira buatin bubur ya.” Tawar Mira dan di jawab dengan anggukkan dari ayah nya.

Maira pergike dapur untuk memasakkan bubur bagi ayah nya. Beberapa menit akhirnya bubur yang maira buat matang. Dan Mira kembali pada ayah nya.

“Ayah makan dulu yah.” Maira menyuapkan sendok demi sendok bubur kemulut ayah nya. Sampai tak tersisa.
“Enak gak yah?” Tanya Maira.
“Emmmm. Lumayan.”
“Gak seenak buatan mamah ya? Makanya ayah pulang.” Ujar Maira.
“ayah juga pengen pulang sayang, tapi mamah kamu yang gak pengen ayah pulang.”
“Kata siapa? Ayah so tau nih.”
“Kamu gak ngerti nak.”
“Yak arena ayah gak pernah jelasin.”
“Udah lah. Kamu juga gak perlu tau kok, biar ayah sama mamah kamu yang selesaiin.”
“Huhhhhh.” Maira menghela nafas.

***

Tak lama setelah Prades pergi untuk less, akhirnya Aiga bangun dan mendapati Keyra yang masih tak percaya dengan penjelasan Prades tentang Aiga.
“Eh ada lo Key.” Ucap Aiga, tapi Keyra tak bereaksi. “Key..Keyra bengong sih lo.” Ucap nya lagi sambil mengibaskan telapak tangannyadi depan muka Keyra.
“Kenapa lo gak pernah cerita sama kita Ga?”
“Ha? Cerita apa? Lo kenapa sih?” Tanya Aiga.
“Gua tau dari Prades. Lo sakit seperah ini. Kenapa lo gak pernah cerita Aiga.”
“Sa-sakit parah apa sih, gue meriang doang.”
“Lo bohong. Mau sampe kapan lo bohong terus ha. Lo anggap gue sama Maira tuh apa sih?!” ucap Keyra. Matanya mulai memanas, air itu telah bersiap untuk jatuh di pipi nya.
“Sorry.” Ucap Aiga tertunduk.
“Kita itu sahabatan udah lama, tapi kenapa lo masih gak terbuka sama kita. Dengan beban seberat itu yang lo seimpen sendiri. Gue tau Ga, guejuga ngerasain berat nya jadi orang penyakitan.”
“Gu-gue cuma gak mau nambah beban kalian aja.”
“Kita ada itu buat berbagi Aiga.”
“Gue tau.”
“Ya terus kenapa gak lo lakuin itu?”
“Gue gak mau aja di kasihani sama kalian gara gara penyakit gue ini.”
“Siapa, siapa yang bakal ngelakuin itu? Kita? Lo fikir kita kaya gitu Ga. Lo juga tau kan gimana sakitnya gue, tapi gue bilang sama kalian, kenapa? Karna gue butuh semangat dari kalian. Kecuali kalo lo emang gak butuh kita berdua Ga.”
“Sorry Key, gue gak bermaksud buat kaya gitu. Sorry.”kini Aiga pun mulai meneteskan air matanya.
“Kita tuh sayang sama lo Aiga.” Ucap Keyra lalu memeluk Aiga.
“Sorry.. sorry Key, gue gak bermaksud.”

Beberapa saat mereka menangisdengan berpelukan. Aiga menyadari betapa besar rasa peduli kedua sahabat nya terhadap dirinya, betapa mereka menyayangi nya.

“Lo juga harus bilang sama Maira Ga.” Ucap Keyra. Aiga mengangguk. “Ya udah lo makan dulu.”

***

Keesokan harinya, hanya Maira dan Keyra yang sekolah. Karena Aiga harus istirahat.

“Iga gak sekolah Key?” Tanya Maira.
“Engga, harus istirahat dia, natr pulang sekolah kerumahnya lagi yah. Dan lo harus ikut.”
“Iya deh.”

Sepeti saat Keyra tak masuk sekolah.kali ini pun sama Maira dan Keyra merasa ada yang kurang karena Aiga yang tak masuk sekolah. Mereka bercanda berdua, tak se asik ketika mereka bertiga ada semua. Waktu istirahat pun mereka habiskan hanya di kelas.
Sampai akhirnya waktu pulang sekolah pun tiba. Keyra dan Maira bergegas pergi ke rumah Aiga. Sampai di rumah Aiga mereka langsung pergi ke kamar Aiga, tapi kali ini Aiga tak sedang tertidur melainkan sedang menonton TV. Dan hari ini Aiga terlihat tak terlalu pucat seperti kemarin.
“Iga…” teriak Maira.
“Berisik dodol.”
“Lo gak sekolah segala sih, sepi tau.”
“Kangen lo sama gue.” Goda Aiga.
“Gak ada temen ngetawain pak Taufan gue.” Ucap Maira yang membuat Aiga tertawa.
“Ah dasar lo mah.”
“Eh, lo tuh sakit apa sih? Meriang kok sampe segininya?” Tanya Maira serius. Aiga menatap Keyra dan Keyra mengangguk.
“Lo jangan nangis ya.”
“Gak lah, gue gak bakal nangis. Emang kenapa?”
“Gue kanker otak Ra.” Jelas Aiga.
“Ka-kanker?” Tanya Maira menegaskan. Aiga mengangguk.
“AWas lo nangis kaya Keyra kemaren.”
“Lo udah tau Key?”
“Kemaren gue tau dari Prades. Mungkin kalo Prades gak bilang kita bakalan terus percaya sama Aiga yang terus nyembunyiin penyakitnya.”

Hening. Tak ada yang bicara lagi. Maira menatap Aiga, sahabatnya yang tertunduk. Harusnya gue tau dari dulu Ga. Batin Maira. Lo tegar gini Ga. Batinnya lagi.
Hujan mengiringi keheningan di kamar Aiga. Masih tak ada yang berbicara. Dan Maira, dia sekuat mungkin tak menangis di hadapan Aiga.

“Eh, hujan tuh.” Ucap Maira membuka pembicaraan. Keyra dan Aiga menatap ke luar jendela.
“Ga lo udah mendingan kan?” Tanya Maira.
“Udah kok.”
“Hujan hujanan yuk!!” ajaknya.
“Heh apalo ngajakin hujan hujanan. Gak gak boleh.” Larang Keyra.
“Gak apa apa lah, ayo ah.” Ucap Maira lalu menarik Aiga keluar dari selimutnya.
“Maira, lo itu ishhh.” Ucap Keyra kesal, yang lalu mengikuti kedua sahabatnya.

Maira dan Aiga sudah terguyur air hujan, dan Keyra yang masih diam di pinggir teras rumah Aiga.

“Ayo ah.” Ucap Maira lalu menarik Keyra untuk mengikuti mereka.

Mereka membiarkan tubuhnya di guyur oleh air hujan, tak ada rasa takut mereka akan masuk angin. Mereka tertawa bersama, dan Maira dia bisa sepuasnya menangis di tengah guyuran hujan tanpa terlihat siapapun.

‘Tuhan. Begitu berat cobaan yang kau berikan pada kedua sahabat ku ini. Harus kah mereka? Kuatkan mereka tuhan.’ Batin Maira. ‘Gue beruntung punya sahabat kaya kalian. Kalian berdua hebat. Gue sayang sama kalian berdua.’ Batinnya lagi.

***

Beberapa hari Aiga tak masuk sekolah. Akhirnya hari ini dia masuk sekolah. Keyra dan Maira memperlakukan Aiga seperti biasanya. Tak ada perlakuan yang    berbeda setelah mereka tahu tentang Aiga.

“Eh, lusa kita ulangan akhir semester kan?” Tanya Aiga.
“Iya.” Jawab Keyra.
“Gimana kalo kita gede gede-an nilai?” tantang Aiga.
“Ok, asik tuh.” Ucap Maira.
“Yang nilainya paling kecil harus jadi pembantu selama satu minggu buat yang nilainya paling gede. Gimana?” jelas Aiga.
“Ok, siapa takut.” Ujar Keyra. Mereka tos.

***

“Ruang berapa Ga,Key?” Tanya Maira.
“Gue ruang satu.” Jawab AIga.
“Gue ruang dua.” Di lanjut dengan jawaban dari Keyra.
“Gue ruang tiga.” Ucap Maira.
“Siapa?” Tanya Keyra.
“Ya gue dodol.”
“Siapa yang nanya jelek.” Ucap Keyra lalu berlari menjauh dari Maira.
“Eh dodol lo.” Ujar Maira lalu mengejar Keyra.
“Lah, geu di tinggal sendiri. Tunggu gue Key, Ra.”
Hari ini adalah hari pertama ujian akhir semester yang akan membawa semua murid naik ke tinkat yang lebih tinggi.

***

Hari ini adalah terakhir di laksanakannya ujian akhir semester. Yang berarti semua murid tinggal menunggu hasil dari ulangan mereka. Termasuk Keyra, Maira dan Aiga.

“Beres juga ya.” Ucap Maira lega.
“Iya nih, tinggal nunggu aja siapa yang bakalan jadi pembantu dan yang bakalan jadi nyonya.” Ujar Aiga.
“gue dong yang jadi nyonya.” Uvap Keyra yakin.
“Gue lah.” Timpal Maira.
“Udah jangan pada rebut, pasti gue kok.” Ucap Aiga mantap.
“Pd amat lo. Eh iya liburan nanti gue mau operasi.” Ucap Keyra.
“Lagi Key?” Tanya Maira. Keyra hanya mengangguk.
“Gue juga harus Kemo.” Ujar Aiga.
“Gue Cuma bisa berdo’a buat kalian berdua. Semangat ya.” Ucap Maira menyemangati, lalu memeluk sahabat sahabatnya.
“Mau langsung pulang aja nih?” Tanya Keyra.
“Iya ah, sakit lagi kepala gue lemes pula.” Jawab Aiga.
“Oh ya udah deh.”
“Kalian harus sembuh ya.” Ucap Maira.
“Ok, moga udah liburan nanti kita masih bisa bercanda.” Ujar Aiga.
“Ya pasti dong. Harus.” Kata Maira lagi.
“Ya udah deh kita pulang misah kan? Bay.” Ucap Keyra.
“Bay.”

***  

Keyra, Maira dan Aiga pulang ke rumah masing-masing. Tak ada yang berniat untuk main ke rumah salah satu dari mereka.
Aiga tiba di eumahnya, tak biasanya semua anggota keluarganya ada di rumah. Aiga bergegas bergabung duduk di ruang tamu bersama semua anggota keluarganya.

“Assalamualaikum, tumben pada di rumah jam segini?” Tanya Aiga.
“Waalaikumsalam, sini duduk sayang.” Ucap bunda Aiga. “Kamu udah janji kan sama bunda juga ayah, masih inget kan?” ucapnya lagi.
“Iya bunda aku masih inget kok.”
“Besok kamu mulai di rumah sakit ya.”
“Iya bunda.”
“Kak Iga.semangat.” Ucap Prades. Aiga hanya tersenyum.
“Sekarang kamu istirahat ya.” Ucap ayah nya, yang langsung di turuti Aiga.

Aiga memang sudah berjanji kepada seluruh angota keluarganya. Jika Aiga di izinkan untuk mengikuti ujian di sekolah, maka dia akan mau untuk melaksanakan kemo teraphi nya.
Sedangkan Keyra yang pada saat perjalanan pulang di telfon oleh mamanya agar terus bergegas ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Keyra lalu memenemui kedua orangtuanya di koridor rumah sakit.

“Kenapa mah?” Tanya Keyra.
“Tiga hari lagi kan kamu operasi jadi dari male mini kamu udah harus ada di rumah sakit.”
“Oh gitu ya, ya udah.”

Akhirnya Keyra bersama mamah dan papah nya, pergi ke ruangan dokter yang akan menangani Keyra nantinya.
Dan di tempat lainnya. Di rumah Rina, kakak Maira. Maira sedang berusaha keras untuk membujuk ayah nya agar pulang ke rumah karena mamah nya sakit, yang ternyata memikrkan ayah nya.

“Ayo dong, ayah gak kasian apa sama mamah.”
“Belum sekarang sayang.” Ucap ayah nya.
“Terus kapan ayah?”
“Nanti, dan yang pasti bukan sekarang.”

***
Hari ini Aiga pergi ke rumah sakit untuk melaksanakan kemo teraphi. Bersama kedua orangtuanya juga adik nya Prades. Aiga mencoba setenang mungkin tapi sebenarnya dia sangat takut. Untuk sedikit menghilangkan rasa takutnya akhirnya dia mengirim sms pada kedua sahabat nya.
To : Keyra, Maira.
Asli gue takut buat kemo, katanya sakit banget.
From : Keyra.
Lo kuat Aiga. J
From : Maira.
Aiga bisa..!!!!^^
 Meresa mendapat suntikan semangat dari sahabatnya. walaupun mereka tak di dekatnya sekarang. Tapi itu cukup membuatnya lebih tenang.
Sampai di rumah sakit, Aiga langsung di bawa ke ruang perawatan. Dia berganti baju menggunakanbaju rumah sakit. Rasa tegannya kembali datang, tapi dia mencoba untuk setenang mungkin. Sampai seorang dokter dengan suster datang.

“Aiga ya, gimana udah siap?” Tanya dokter itu dengn ramah.
“Siap dok.”

***

Dua hari menjelang operasi yang akan di laksanakan oleh Keyra, dokter rutin memeriksa keadaannya. Berusaha agar keadaan Keyra se-stabil mungkin. Aiga dan Keyra berada di rumah skait yang sama, tapi mereka tak tahu itu.
“Keyra jaga kesehatan kamu ya.” Ucap dokter yang mengontrol keadaan Keyra.
“Baik dokter.”

Sementara di ruangan lainnya, Aiga sedang kesaitan dengan obat obatan yang di suntikkan ke tubuh nya. Entah lah, tulangnya terasa ngilu, kepalanya terasa sakit, dia mual dan terus menerus muntah hingga tubuhnya benar benar lemas dan akhirnya pingsan. Mungkin itu efek dari obat yang di suntikkan ke tubuhnya saat kemo.

***

Maira yang merasa bosan akhirnya meng sms kedua sahabatnya.
To : Aiga.
Gimana? Udah kemo nya?
To : Keyra.
Lagi apa nih?

Lama Maira tak mendapatkan balasan dari keduanya, karena memang Keyra yang sedang istirahat dan AIga yang masih belum sadarkan diri dari pingsannya.

“Pada kemana sih? Moga mereka gak kenapa napa aja deh.”
Karena tak kunjung mendapat balasan, akhirnya Maira memutuskan untuk tidur.

***
Kegiatan di rumah sakit terus rutin seperti tiu bagi Keyra dan Aiga. Keyra yang akan melaksanakan operasi malam ini, dan Aiga yang baru menjalankan kemo ke duanya. Keyra sangat ketakutan, seperti halnya yang di rasakan oleh Aiga walaupun ini bukan operasi ang pertama untuknya. Dan Aiga yang merasa tersiksabukan malahmerasa terbantu dengan kemo teraphi ini.

“Bisa saya bicara dengan anda?” Tanya dokter yang menangani Aiga pada orangtua nya. Ayah dan bunda Aiga mengikuti dokter itu ke ruangannya.
“Baik, saya hanya butuh persetujuan.”
“Tentang Aiga dok?” Tanya ayah Aiga.
“Iya. Sebenarnya karena Aiga sudah hampir di stadium akhir jadi kemo ini pun tak membantu untuknya.”
“Maksud dokter?”
“Jadi, karena sel kanker yang terus menyebar menyebabkan Aiga sudah sulit untuk di tolong.”
“Ja-jadi dok?”
“Saya hanya ingin bertanya, apakah kemo ini ingin tuan dan nyonya lanjutkan pada Aiga atau tidak?”
“Apa pengaruh nya terhadap Aiga dok?”
“Tak ada pengaruh apa pun baik di lanjutkan ataupun tidak, tapi keadaan Aiga semakin melemah bila terus di jalankan. Tuan dan nyonya bisamelihat bukan, bagaimana tersiksanya Aiga.”
“Lakukan saja yang terbaik untuk anak saya dok.”
“Saya rasa Aiga tak memerlukan kemo karena itu percuma, tapi saya minta agar Aiga tetap di rumah sakit, karena kapan pun Aiga bisa kolaps.”
“Baiklah dok.”

Mendengar penjelasan dari dokter tadi mamah Aiga hanya bisa menangis mengingat nasib dari anaknya. Dan ayahnya pun sama cemasnya walaupun tak menangis.

***

“Keyra sekarang waktunya, kamu siap?” Tanya seorang dokter.
“Siap dok.”

Sekarang saatnya untuk Keyra melaksanakan operasi. Dan beberapa susuter membawanya ke ruang operasi. Setelah beberapa menit Keyra memasuki ruang operasi akhirnya operasi di mulai, sorang suster menyuntikkan obat bius kepada Keyra yang membuat Keyra tak sadarkan diri.
Du luar ruang operasi ada mamah dan papah nya juga Maira yang di minta Keyra untuk datang. Semuanya menunggu dengan cemas, tentu yang mereka harapkan adalah keselamatan dan kesembuhan dari Keyra.
Hampir empat jam operasi berjalan, dan akhirnya operasi selesai di jalankan. Seorang dokter keluar dari ruang operasi dengan keringat yang hampir bercucuran.

“Bagaimana dok?” Tanya papah Keyra.
“Operasi berjalan lancar.” Ucap dokter itu dan tersenyum.

***
Sekarang Aiga tak menjalankan kemo teraphi yang membuatnya tersiksa itu. Tentu karena kondisinya yang tak memungkinnya, tapitak pernah kedua orangtuanya memberitahukan kondisinya. Jika Aiga bertanya kenapa tak di lakukan lagi kemo itu, mereka hanya berbohong. Dan jika Aiga merengek ingin pulang, kedua orangtuanya berusaha mencari alas an agar anaknya tetap mendapat perawatan dirumah sakit dan dokter dapat memantaukondisi Aiga.
Sudah hampir satu minggu Aiga dan Keyra berada di rumah sakit. Keyra sekarang sudah dipindahkan ke ruang perawatan biasa, tak ada kendala saat pelaksanaan operasi dan saat setelah operasi. Semua berjalan dengan lancar. Hari ini Keyra di temani oleh Maira.

“Iga gak ada kabarnya ya.” Ujar Maira.
“Iya, moga baik baik aja deh tuh anak.”
“He’em.”

***

“Bunda, kepala Iga kepala Iga sakit banget bun. Tolong Iga bun.” Ucap Aiga sambil menangis.
“Sabar sayang, bunda panggil kan dokter.”
“Iga gak kuat bunda.”
“Sabar sayang.”

Bunda Aiga dengan sigap memijat tombol untuk memanggil suster. Setelah suster itu datang cepat suster tersenut memanggilkan dokter. Dokter datang lalu memeriksa Aiga dan memberikan obat penenang dan penghilang rasaskit untuk sementara.

“Keadaan Aiga semakin memburuk.” Ujar dokter itu.
“Tolong anak saya dokter.”
“Akan saya lakukan sebisa saya.”

Semakin hari Aiga senakin sering merasakan sakitnya. Ia semakin sering kambuh. Dan itu membuatnya semakin melemah. Saat ada waktu Aiga meminta adiknya menulis sesuatu karena dia sangat lemas.

***

Seiring berjalannya waktu akhirnya ayah Maira mau untuk pulang ke rumah dan kembali bersama dengan mamanya. Dia sangat senangdengan itu semuan.

“Ayah, makasih udah mau pulang.”
“Iya, ini juga berkat kamu.”

Sekarang jarang terjadi pertengkaran di antara papah dan mamah nya. Mungkin selama berpisah rumah kemarin keduanya sama sama berfikir apa yang harus di perbaiki.

***
“Des, nanti tolong kamu kasih ke Keyra atau Maira ya, kakak takut gak sempet.”
“Ih kak Iga kok ngomong nya gitu sih, kakak pasti sembuh kok.” Ucap Prades. Aiga hanya tersenyum.
“Kakak udah gak kuat de, kakak pasrah aja lah. Kamu jaggain mamah sama papah ya.”
“Kak Iga apa sih ah.” Prades mulai mengis.
“Jangan cengeng gitu ah.”
“Prades sayang kak Aiga, saynang banget.” Ucapnya lali memeluk kakak nya.
“Sakit de.”
“Kakak kenapa? Kakak sakit lagi.”
“Ahhhhh kakak gak kuat, skit de sakit.”
“Kakak sabar aku panggilin dokter.”
“Bunda sama Ayah mana? ahhhhhh”
“Mereka ada di ruang dokter, bentar kak Prades tinggal dulu.”

Prades bergegas pergi menuju ruang dokter dan memanggil kedua orangtuanya juga dokter. Tak lama semua nya datang ke ruang perawatan Aiga. Terlihat Aiga yang sedang kesakitan dan darah yang terus keluar dari hidungnya.

“Dokter lakuakan sesyatu.”
“Gak jangan suntik saya lagi dok. Ahhhhh.. sa-saya udah gak kuat. Sakit.”
“Aiga sayang…….”
“Bunda… shhhhh. Iga sayang bun-da sama ayah jadi biarin Aiga pergi bun.”
“Aiga….” Ujar bundanya sedikit membentak.
“Sakit bun.. shhhh ahhhhh.. Sa-sakit Iga ga-k kuat…. Iga…..” ucapan Aiga terpotong karena terlanjur tak sadarkan diri. Dokter mendekati Aiga untuk memeriksanya, tapi. Aiga..
“Maaf nyonya, ini kehendak yang di atas, mungkin ini yang terbaik bagi putrid anda.”
“Apa maksud dokter ha?”
“Putri anda. Meninggal.” Dengan berat hatidokter mengatakan itu.

***

PRANGGGGGGGG
Gelas yang di pegang oleh Maira tiba tiba saja pecah.
“Duh, kenapa nih.”
Drtttttt… Drtttttt… Drtttttt… hp Maira bergetar.
“Prades, tumben?” gumamnya lalu membuka sms yang masuk itu.
From : Prades.
Kak, kak Aiga ninggalin kita semua tadi jam tiga sore tepatnya.
To : Prades
Maksud kamu apa Des?
From : Prades
Kak Aiga meninggal kak.
To : Prades
Kakak kamu di rawat dimana Des?
From : Prades
Sekarang udah di rumah.

Maira menyudahi sms-an denga Prades, dia bergegas pergi ke rumah Aiga dengan naik ojek, sebelumnya dia meminta izin pada kedua orang tuanya. Dengan keadaan terus menangis akhirnya Maira sampai di rumah Aiga. Dia melihat jasad Aiga yang di kerubuni oleh banyak orang termasuk keluarganya. Maira mendekat dan memastikan bahwa itu Aiga, dan memang benar itu sahabatnya.

“I-Iga.. kenapa gini Ga? Kenapa lo tinggalin kita?” ucap Maira terisak. “Lo bangun  Ga, bangun!!! Aiga bangun.” Tapi Aiga tak kunjung bangun karena memang sudah seharusnya seperti itu.
“Kenapa harus lo?”

***

Hari ini hari dimakamkannya Aiga. Maira tak memberitahu Keyra dulu karena memang Keyra belum pulih benar walau sudah sepuluh hari pasca operasi. Banyak yang mengantarkan Aiga ketempat peristirahatan terakhirnya, banyakjuga teman sekolahnya yang datang.
Setelah selesai semua orang pulang, Maira masih ingin menemani Aiga tapi dia di paksa pulang oleh Prades.

***
Hari ini Keyra pulang dan hari ini juga tiga hari setelah kepergian Aiga. Karena dokter sudah memperbolehkannya pulang, Keyra di jemput oleh kedua orangtuanya dan juga Maira. Sampaidi rumah Keyra,Maira tak lantas pulang.

“Aiga masih di rumah sakit ya.” Tanya Keyra.
“Emmmm…”
“Jenguk yuk.”
“Lo mau jenguk Aiga?”        
“Iya, ayo.”
Dengan sedikit ragu akhirnya Maira menuruti kemauan Keyra. Tapi bukan ke rumah sakit, melainkan ke pemakaman. Beberapa menit akhirnya mereka sampai.
“Loh kok makan?”
“Lo mau jenguk Aiga kan?”
“Iya, tapi kenapa ke makam gini?”
“Aiga di sini Key.”
“Maksid lo?” Tanya Keyra.
“Ini makan Aiga.” Ujar Maira saat sampai di gubdukan tanah yang masih merah.
“A-Aiga meninggal?” Tanya Keyra. Maira mengangguk.

Mata Keyra mulai menghangat. Tak bisa dia tahan, dia menangis sejadi jadinya.

“Kenapa baru lo kasih tau gue Ra.” Ucap Keyra terisak. “Gue gak sempet liat Aiga buat yang terakhir kalinya.”
“Sorry Key.” Ucap Maira. Dia memeluk Keyra. “Iga ngasih ini buat kita.” Maira menyodorkan surat yang di berikan Prades tempo hari. Tapi belum di bacanya. Keyra mulai membuka surat itu dan membacanya bersama Maira.

To Kekey and Rara

Hai duo kwek kwek.. gue rasa setelah kalian baca surat gue kalian udah gak biasa di sebut sebagai trio kwek kwek lagi. karena gue udah punya genk baru di alam yang beda sama kalian. J
Sorry nuh gue nulis surat gini, soalnya gue tau gue gak bakal sempet ngomong langsung ke kalian. Jangan nagis ya, masa dodol dodol yang manis ini pada nangis. Kalian tau gue beruntung banget pernah jadi bagian dari kalian. Gue seneng dan beruntung punya sahabat kaya kalian berdua.
Walau kadang nyeblein tapi kalian tetep yang terbaik buat gue. Kalian ngajarin gue apa itu kebersamaan, kalian ngajarin gue apa itu ketilusan, gue tau indahnya berbagi dari kalian dan gue tau bahagianya punya sahabat kaya kalian.
Kalian tau, gue coba buat bertahan hidup Cuma karena gue masih pengen bareng kalian. Buat kalian gue bertahan, kalian tuh semangat gue. Tapi ternyata gue cape, gue pengen istirahat. Makasih ya buat semuanya. Gue sayang banget sama kalian berdua. Gue harap kalian gak pernah lupain gue.

Aiga.

Selesai membaca surat itu Keyra dan Maira terus menangis, mereka memeluk gundukan tanah itu. Sahabat yang mereka sayang sekarang tlah tiada, tinggal lah nama dan kebaikan juga kenangannya yang bisa mereka simpan.
“Gue juga sayang sama lo Iga.” Ucap Keyra.
“Semoga di sana lo gak sakit lagi.” ujar Maira
“Ayo pulang Key. Lo harus istirahat” Pinta Maira
“Gue gak mau tinggalin Iga sendiri, kasisn Iga gak ada yang temenin Ra.”
“Key, lo gak boleh gini Iga malah sedih kalo kita kaya gini.”
“Tapi Iga sendiri di sini Maira.”
“Gue tau, tapi kita harus tetep jalanin hidup kita walau tanpa Aiga.”

Dengan sedikit berdebat akhirnya Keyra mau pulang.

***

Saat masuk sekolah lagi, Keyra dan Maira meras sangat kehilangan sahabatnya. tapi seiring berjalannya waktu, mereka mencoba terbiasa.
Hari ini hari ke seratus wafat nya Aiga. Selama ini Keyra dan Maira rutin menjenguk Aiga di tempatnya beristirahat. Sekarang Keyra di nyatakan telah sembuh, dan keluarga Maira sekarang tak seperti dulu yang selalu ada pertengkaran di antara orangtuanya. Mungkin ini jalan tuhan untuk mereka medapatkan kebahagiaan.
Tuhan selalu mengetahui jalan yang terbaik untuk umatnya. Dan ini lah jalan terbaik untu seorang Aiga Tazkira, Maira Karahaya dan Keyra Mahila.

“Persahabatan kita ‘Never Die”

***

-END-


0 komentar:

Posting Komentar